Libero Jakarta Pertamina Energi, Wahida 'Tasya' Muntaza (VIVA.co.id/Muhammad Nurhendra Saputra) |
Dalam permainan bola voli sudah tidak asing lagi yang namanya seorang libero. Dalam sebuah pertandingan bola voli seorang libero sangat mudah dikenali, karena biasanya seorang libero menggunakan kaos tim yang berbeda.
Tugas sebagai libero tidaklah mudah. Pemain yang berposisi libero di olahraga voli, harus memiliki fisik serta reaksi yang prima demi bisa menangkal serangan dengan baik.
Kecil-kecil cabe rawit. Mungkin, ungkapan ini pantas disematkan kepada libero tim putri Jakarta Pertamina Energi, Wahida Muntaza.
Namun, semua itu dijalani dengan baik oleh Tasya sapaan akrab Wahida. Tingginya yang hanya 155 cm, tak menghalanginya untuk bisa membendung spike keras dari lawan-lawannya macam Aprilia Manganang.
Saat berada di atas lapangan, Tasya terlihat tak canggung ketika bermain. Penampilannya seperti pemain yang sudah sangat berpengalaman.
Ternyata, di awal, Tasya mengaku sempat merasa minder. Apalagi, ketika melihat rekan satu tim serta lawannya yang memiliki postur lebih tinggi darinya.
Tak cuma bertubuh pendek, Tasya ternyata juga masih sangat muda. Usianya saat ini baru 17 tahun. Dan dia masih berstatuskan siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Pasundan 1, Bandung.
Sebenarnya, semua itu bisa dimaklumi. Sebab, ini adalah musim pertama Tasya tampil di pentas voli profesional sekelas Proliga.
"Dulu sih, awal-awal minder. Yang pasti saya merasa minder ketika melihat orang tinggi-tinggi. Sedangkan, aku pendek banget. Tapi lama-kelaman aku mulai merasa percaya diri dan menyadari kita punya kelebihan masing-masing," kata Tasya.
Soal perjalanan karir di voli profesional, Tasya pun membeberkannya. Orangtua menjadi sosok yang paling berjasa dalam karir Tasya.
Dia mengenal olahraga voli lewat orangtuanya. "Terjun ke voli sejak kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Bermain sebagai libero saat memasuki kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)," ungkap Tasya.
Paling Sering Dimarahi
Wahida 'Tasya' Muntaza |
Meski sudah jatuh bangun membendung serangan lawan, tetap saja dia sering dimarahi oleh pelatih Risco Herlambang. Kenapa?
Ternyata, itu semua disebabkan oleh sifat Tasya yang pendiam. Di atas lapangan, Tasya kerap lupa untuk mengarahkan rekan-rekannya saat membangun pertahanan.
"Aku paling sering kena marah karena orangnya pendiam. Sering dimarahi, diingatkan terus untuk bicara ke rekan satu tim. Tapi, ya begini adanya aku," jelasnya.
Risco pun mengingatkan Tasya agar lebih cerewet saat bermain. Sebab, menurutnya, Tasya punya potensi besar untuk menjadi libero terbaik Indonesia.
"Libero memang berat tugasnya. Misalkan dia melakukan 10 operan bagus. Tapi, giliran satu bola yang mati, tetap libero yang salah," ujar Risco.
"Saya harap, dia menjadi libero masa depan tim nasional. Saya rasa perlu ada regenerasi juga di timnas meski masih ada pemain senior (Berlian Marsheilla). Tetapi kan Berlian membutuhkan regenerasi.
- Baca Juga : Sejarah Berdirinya Induk Organisasi Bola Voli Nasional (PBVSI) dan Internasional (FIVB)
- Baca Juga : Pentingnya Persiapan Mental Sebelum Bertanding dan Evaluasi Setelah Bertanding Bola Voli
- Baca Juga : Kabupaten Blora Jadi Tuan Rumah LIVaOLI 2016
- Baca Juga : Cara Melakukan Rotasi Pada Permainan Bola Voli
Sumber : sport.viva.co.id